Kebiasaan 1
Raja yang tak pernah salah
Sewaktu
anak kita masih kecil dan belajar jalan, tidak jarang tanpa sengaja
menabrak kursi/meja. Lalu menangis. Umumnya yang dilakukan orang tua
agar tangisan anak berhenti adalah dengan memukul kursi/meja, sambil
mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul
kursi/mejanya…sudah cup…cup…diem ya…” Akhirnya si anak pun terdiam.
Apa akibatnya?
Ketika proses pemukulan terhadap benda yang mereka tabrak terjadi,
sebenarnya kita telah mengajarkan kepada anak bahwa ia tidak pernah
bersalah. Yang salah orang/benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa
hingga ia dewasa. Akibatnya setiap ia mengalami peristiwa dan terjadi
kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah oranglain, dan dirinya
selalu benar, sehingga yang pantas di hukum adalah orang lain yang tidak
melakukan kesalahan.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Yaitu mengajari ia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi;
katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit)
:“Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya
pelan-pelan saja dulu, supaya tidak membentur lagi.
Kebiasaan 2
Berbohong kecil dan sering
Pada
saat kita terburu-buru pergi bekerja, anak kita meminta ikut. Apa yang
kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau
kita lebih memilih berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke
tempat lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau kita mengatakan,
“Papa hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaar saja ya,
sayang.” Tapi ternyata, kita pulang malam.
Apa akibatnya?
Dari contoh diatas, jika kita berbohong ringan/bohong kecil, dapat
mengakibatkan anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua.
Mereka tidak bisa membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau
tidak, sehingga anak menganggap semua yang diucapkan orang tuanya adalah
bohong dan mulai tidak menuruti segala perkataan kita. Awalnya,
anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang
tuanya, karena mereka sepenuhnya percaya pada orang tuanya. Namun
setelah anak beranjak besar mereka mulai tidak menurut. Tanpa sadar kita
sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk menghindari
keinginannya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan
pengertian : Sayang, Papa mau pergi bekerja. Kamu tidak bisa ikut. Tapi
kalo papa libur dan pergi ke kebun binatang, kamu bisa ikut. Hal ini
memang membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak
karena biasanya mereka menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa
orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu sabar dan beri
pengertian kepada mereka secara terus menerus. Pastikan kita selalu
jujur dalam mengatakan sesuatu.
Kebiasaan 3
Banyak mengancam
Pada
saat kita melihat si Kakak sedang menggangu adiknya, kita sering
mengatakan dengan berteriak dari tempat duduk kita, “Jangan ganggu adik,
nanti papa/mama marah!”
Apa akibatnya?
Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya melarang dan dilakukan dengan
cara berteriak tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa
menghentikan aktifitas kita, bagi mereka itu sudah merupakan suatu
ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan “…nanti papa/mama marah.”
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Cukup dekati si anak.
Tatap matanya dengan lembut, namun perlihatkan bahwa ekspresi kita tidak
senang dengan tindakan mereka, dan dipertegas dengan kata-kata,
“Sayang, Papa/mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini kepada
adikmu. Bila kamu tidak mau meminjamkannya, Papa/Mama akan menyimpan
mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. Mainan akan Papa/Mama
keluarkan, bila kamu mau meminjamkannya pada adikmu dan Papa/mama akan
makin sayang sama kamu.” Tepati pernyataan kita itu dengan tindakan
nyata.
Kebiasaan 4
Bicara tidak tepat sasaran
Pernahkah
kita menghardik anak dengan kalimat seperti, “Papa/Mama tidak suka bila
kamu begini atau begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau melihat kamu
berbuat seperti itu lagi!” Namun kita tidak menjelaskan secara rinci dan
dengan baik, hal-hal yang kita inginkan.
Apa akibatnya?
Anak tidak mengerti apa yang diingini oleh orang tuanya, sehingga yang
terserap oleh anak adalah hal-hal yang tidak disukai oleh orang tuanya,
sehingga anak terus mencoba hal yang baru dan dari sekian banyak
percobaan yang baru tersebut, ternyata selalu dikatakan salah oleh orang
tuanya. Hal ini yang mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja
melakukan hal-hal yang tidak disukai orang tuanya dengan tujuan untuk
membuat kesal orang tuanya karena tindakannya selalu salah dihadapan
orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Sampaikanlah hal-hal yang kita inginkan secara intensif pada saat kita
menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai. Dan
pada waktunya, ketika mereka sudah memahami dan melakukan segala hal
yang kita inginkan, ucapkanlah terima kasih dengan tulus dan penuh
sayang atas segala usahanya untuk berubah.
Kebiasaan 5
Menekankan pada hal-hal yang salah
Kita
selaku orang tua sering mengeluhkan perilaku anak-anak kita yang tidak
pernah akur dan selalu bertengkar. Apa yang kita lakukan? Melerai atau
memarahi semua pihak. Lalu kita ingat-ingat lagi, apa yang kita lakukan
bila mereka bermain dengan akur atau tidak bertengkar? Seringkali kita
mendiamkan mereka bukan? Tidak menyapa mereka karena beranggapan tidak
perlu dan mereka sudah bermain dengan baik dan tidak bertengkar.
Apa akibatnya?
Dengan menganggap tidak perlu itulah yang membuat mereka terpicu untuk
kembali bertengkar, karena dengan bertengkar, mereka mendapat perhatian
dari orang tuanya. Dengan mendiamkan mereka karena tidak bertengkar,
membuat mereka juga tidak tahu bila kita senang dengan kerukunan itu.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berilah pujian setiap kali mereka bermain dengan asyik dan rukun, setiap
kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah
dipahami, misalnya :”Nah, gitu dong kalau main. Yang rukun dan mau
saling meminjamkan. Papa/Mama senang dan tambah sayang.” Lalu peluklah
mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
Kebiasaan 6
Merendahkan diri sendiri
Bila
anak anda terlalu asyik bermain play station sehingga mengalahkan jam
belajar, apa yang anda lakukan? Mungkin kita sering mengatakan :”Ayo,
matikan play station-mu itu. Awas ya, nanti dimarahi sama papa kalo
pulang dari kerja.” Kita selalu menggunakan ancaman dengan figur yang
ditakuti oleh si anak.
Apa akibatnya?
Dengan menggunakan ancaman, kita tidak sadar telah mengajarkan kepada
anak bahwa mereka akan menurut jika mereka ditakut-takuti dahulu.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Siapkan aturan main sebelum kita bicara, setelah siap, dekati anak,
tatap matanya, dan katakan dengan nada serius bahwa kita ingin ia
berhenti bermain sekarang atau berikan pilihan, misal : “Sayang,
Papa/Mama ingin kamu mandi. Kamu mau mandi sekarang atau lima menit
lagi? Bila jawabannya, “lima menit lagi pa/ma.” Kita jawab kembali,
“Baik, kita sepakat setelah lima menit, kamu mandi ya. Tapi jika tidak
berhenti setelah lima menit, dengan terpaksa Papa/Mama simpan hingga
lusa.” Setelah persis lima menit, dekati si anak, tatap matanya dan
katakan sudah lima menit, tanpa kompromi dan tawar menawar lagi. Jika
dia tidak menepati pilihannya, langsung laksanakan konsekuensinya
segera.
Kebiasaan 7
Papa dan Mama tidak kompak
Seorang ibu meminta anaknya yang menonton televisi terus menerus untuk
mengerjakan tugas sekolahnya, tapi pada saat yang bersamaan, si bapak
membela si anak dengan mengatakan bahwa tidak masalah bila menonton
televisi terus, dengan alasan supaya anaknya tidak stres.
Apa akibatnya?
Anak-anak pada umumnya belum dapat memahami nilai benar dan salah.
Mereka lebih cepat menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan bagi dirinya, sehingga si anak memberi nilai bahwa ibunya
jahat dan bapaknya baik, akibatnya, setiap kali ibunya memberi perintah,
ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya.
Perlahan tapi pasti, anak akan belajar untuk terus melawan terhadap
ibunya. Demikian sebaliknya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Untuk itu diperlukan peranan orang tua dalam mendidiknya. Peran itu
bukan tugas ibu saja atau bapak saja, tapi keduanya. Ketika orang tua
tidak kompak dalam mendidik anak-anaknya, maka anak tidak akan pernah
menjadi lebih baik. Dihadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk
hal-hal yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak.
Apabila ada pandangan yang berbeda dalam mendidik anak, bicarakan hal
ini secara pribadi dengan pasangan kita.
Kebiasaan 8
Campur tangan Kakek, Nenek, Tante atau pihak lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak satu sama
lain dalam mendidik anak-anaknya, tiba-tiba ada pihak ke-3, yaitu kakek,
nenek, om, tante atau pihak lain di luar keluarga inti, yang muncul dan
cenderung membela si anak.
Apa akibatnya?
Bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut
mendidik pada saat orang tua mendidik, anak akan cenderung berlindung di
balik orang yang membelanya, anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk
memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat
proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua. Berikan
pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik
oleh para pihak ke-3.
Kebiasaan 9
Menakuti anak
Pada
saat anak kita menangis dan kita berusaha untuk menenangkannya, kita
sering mengatakan kepada si anak :”Eh, kalo nangis terus nanti disuntik
lho …” atau “Kalo kamu nangis terus, Papa/mama panggil pak satpam ya.”
Anak akhirnya memang cenderung untuk berhenti menangis atau merengek dan
menuruti kita.
Apa akibatnya?
Dengan pernyataan ancaman atau menakut-nakuti, sebenarnya kita telah
menanamkan rasa tidak suka atau benci pada institusi atau pihak yang
kita sebutkan. Anak akan tidak suka atau takut dengan figur
dokter/satpam. Pernyataan mengancam/menakuti akan semakin dipahami anak
sebagai kebohongan orang tua seiring perjalanan tumbuh kembang anak.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi
pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak-anak juga mampu
berpikir dewasa. Jika anak minta dibelikan permen katakan padanya akibat
yang dapat ditimbulkan pada gigi dari pemanis buatan itu. Jika anak
tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya,
“Kamu boleh menangis, tapi papa/mama tetap tidak akan membelikan
permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan
sendirinya.
Kebiasaan 10
Ucapan dan tindakan tidak sesuai
Ada sebagian orang tua yang menetapkan pola asuhnya dengan menggunakan
cara memberi penghargaan dengan pujian atau bahkan hadiah untuk kebaikan
yang dilakukan oleh anaknya. Contohnya “Jika kamu mau membersihkan
tempat tidurmu, maka di akhir pekan papa/mama mengajakmu jalan-jalan”.
Dan pada akhir pekan, ternyata kita tidak dapat memenuhi janjinya,
sehingga anak kita menjadi marah.
Apa akibatnya?
Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, jika kita tidak
menepati janji, maka kita tidak dipercaya oleh anak dan selanjutnya,
anak mulai tidak mau menuruti yang kita minta.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah mudah mengumbar janji pada anak dengan tujuan untuk
merayunya, agar ia mau mengikuti permintaan kita. Pikirlah dahulu
sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut.
Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan
alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa
lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
Sumber: Kaskus.co.id